Sabtu, 16 Maret 2013

HIKAYAT PELETAKAN BATU HAJAR ASWAD


Semasa Rasulullah Muhammad SAW belum diangkat sebagai Rasul bagi seluruh alam, Beliau telah terkenal sebagai seorang yang sangat jujur, berlatarbelakang keluarga terhormat dan memiliki kelebihan mampu meredam pertikaian antar suku (kampung). Sehingga beberapa kali Muhammad muda dipercayai memberikan keputusan-keputusan krusial menyangkut kepentingan bersama.
Salah satu contoh paling populer tentang keberhasilan Nabi SAW menyelesaikan sengketa di antara kaumnya sebelum Beliau dimusuhi karena menyebarkan ajaran Islam adalah ketika terjadi peristiwa renovasi Ka’bah. 
Kala itu, masyarakat Makkah merenovasi Ka’bah setelah musibah banjir yang menenggelamkan kota, termasuk bangunan Ka’bah. Kondisi ini memanggil mengundang orang-orang Quraisy harus membangun Ka’bah kembali demi menjaga kehormatan dan kesucian situs peninggalan leluhur mereka, Ibrahim AS yang tetap dijaga kelestariannya.
Menurut riwayat yang paling shahih, ketika itu Nabi berusia 35 tahun. Aktif terlibat dalam pembangunan dari awal hingga akhir. Pada awalnya, mereka bersatu padu, saling bahu membahu di antara mereka. Namun ketika pembangunan memasuki tahap-tahap akhir, yakni prosesi peletakan Hajar Aswad.
Mereka mulai berselisih pendapat, Siapakah tokoh di antara mereka yang layak mendapatkan kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad sebagai tanda peresmian penyelesaian renovasi dan mulai dapat digunakan kembali. Banyak pendapat bermunculan dan saling simpang siur. Masing-masing saling ingin mengedepankan pemimpin kelompoknya sendiri. 
Hingga akhirnya Muhammad, Suami Khadijah ini mengajukan usul, ”Siapa pun yang besok pagi datang paling awal ke tempat pembangunan (renovasi) maka dialah yang berhak atas kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad.” Masyarakat pun menyetujuinya, mereka yakin ini adalah jalan terbaik bagi mereka.
Keesokan harinya, ternyata yang datang paling pagi, paling awal adalah Muhammad sendiri, maka Beliaulah yang berhak meletakkan hajar aswad sebagai tanda peresmian Ka’bah kembali. Namun Rupanya Muhammad bukanlah seorang yang egois. Ia kemudian membentangkan sorbannya menaruh hajar aswad di atasnya dan mengajak beberapa tokoh lain untuk turut serta meletakkan hajar aswad bersama-sama. Maka puaslah mereka atas keputusan Muhammad tersebut. Demikian tersebut dalam kitab Nurul Yaqin fi Siroti Sayyidil Mursalin.

Kamis, 14 Maret 2013

DALIL MENGENAI BACAAN WIRID BA'DA SHOLAT


Ada sebuah maqalah yang mengatakan bahwa man laysa lahu wirdun fahuwa qirdun,barang siapa yang tidak wirid, maka dia seperti monyet. Memang jika diangan-angan salah satu kewajiban manusia adalah mengingat Sang Khaliq. Apabila seseorang tidak pernah mengingat (wiid) Sang Khaliq maka orang itu bagaikan seekor monyet yang tidak tahu diri dan tidak mengerti balas budi.
Begitulah perintah Allah swt dalam suarat an-Nisa’ ayat 103 diterangkan:
فإذا قضيتم الصلاة فاذكروا الله قياما وقعودا وعلى جنوبكم
Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.  
Secara praktis, melatih membiasakan wirid dapat dimulai dari hal yang paling kecil dan sederhana. Misalkan dengan meluangkan waktu setelah shalat fardhu membaca istighfar sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya
عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: “كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ”. قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ.
Tsauban bercerita, “Jika Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam selesai shalat beliau beristighfar tiga kali, lalu membaca “Allahumma antas salam wa minkas salam tabarokta ya dzal jalali wal ikrom”. Al-Walid (salah satu perawi hadits) bertanya kepada al-Auza’i, “Bagaimanakah (redaksi) istighfar beliau?”. “Astaghfirullah, astaghfirullah” jawab al-Auza’i.
Atau dengan keterangan lebih lengkap bacaan dzikir setelah shalat yang paling minimal adalah:
  1. ...اَسْتَغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْمَ (Astaghfirullahal adhim) 3x
  2. ...لاَاِلٰهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهْ لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ         (La ilaha illallah wahdahu lasyarikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wa yumit wa huwa ‘ala kulli syaiin qadir) 3x
  3. ...اَللّهُمَّ اَجِرْنَا مِنَ النَّارِ  (allahumma ajirna minannar) 3x
  4.  
اَللّهُمَّ اَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَاِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَاَدْخِلْنَا اْلجَنَّةَ دَارَالسَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَاذَاْلجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ        (Allahumma antas salam wa minkas salam wa ilaika ya’udus salam fahayyina rabbana bis salam wa adkhilnal jannata darassalam tabarakta rabbana wa ta’alaita ya dzal jalali wal ikram)

Kemudian setelah terbiasa hendaknya ditingkaykan dengan menambah wirid sebagaimana anjuran Rasulullah saw
وروى أبو هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال :  من سبح الله في دبر كل صلاة ثلاثا وثلاثين ، وحمد الله ثلاثا وثلاثين ، وكبر الله ثلاثا وثلاثين ، فتلك تسعة وتسعون ، وقال تمام المائة : لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير ، غفرت خطاياه ولو كانت مثل زبد البحر  أخرجه مسلم في صحيحه
Bahwa Rasulullah saw pernah berkata ‘barang siapa setelah shalat membaca tasbih 33 kali, hamdalah 33 kali, takbir 33 kali, sehingga jumlahnya 99 dan menyempurnakannya dengan bacaanLa ilaha illallah wahdahu lasyarikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wa yumit wa huwa ‘ala kulli syaiin qadir, Allah akan mengampuni segala dosanya walau sebanyak buih di lautan.
Artinya alangkah sempurnanya jika wirid setelah shalat di atas ditambah dengan bacaan:
  1. سُبْحَانَ الله  Subhanallah  33x
  2. اْلحَمْدُ لله    Alhamdulillah  33x
  3. اَللهُ اَكْبَرُ    Allahu Akbar  33x
  4.  اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ       (La ilaha illallah wahdahu lasyarikalah, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wa yumit wa huwa ‘ala kulli syaiin qadir)

Rabu, 13 Maret 2013

SYEKH H. AMRIZAL BATUBARA: PENTINGNYA NIAT DALAM MENUNTUT ILMU


Pondok Pesantren Burhanul Abror Besuki-Situbondo dihadiri oleh dua Mahasiswa Al-azhar Mesir. Alhamdulillah santri-santri cukup respek dan simpati terhadap Mahasiswa Al-Azhar tersebut, sebab mereka sedikit banyaknya bisa berbagi ilmu. Selain silaturahim, juga mereka berdua ikut membantu proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) Madrasah Diniyah Burhanul Abror waktunya adalah ba’da Isya serta tidak ketinggalan pula turut mengisi acara Khitobah Pesantren yang dilaksanakan pada hari Kamis (7-3-2013) dengan waktu yang sama dengan jam pelajaran Madin. Dalam penyampaian mauidlo khasanah oleh Syekh H. Amrizal Batubara (Mahasiswa Al-Azhar Mesir asal Medan, red) memberikan khasanah tentang “Pentingnya Niat Dalam Menuntut Ilmu”.
Ada beberapa pesan yang disampaikan oleh Syekh Batubara (panggilan akrabnya, red) diantaranya adalah:
1.        Menuntut ilmu harus diniatkan untuk beribadah kepada Allah dengan benar.
2.        Berniat dalam menuntut ilmu untuk mengajarkan orang lain.
Pada saat Imam Ahmad ditanya mengenai masalah niat belajar agama yang baik, beliau menjawab “Niat yang benar dalam belajar adalah apabila belajar tersebut diniatkan untuk dapat beribadah kepada Allah dengan benar dan untuk mengajari yang lainnya.
Beda jika belajar agama hanya untuk mencari penghargaan manusia dan untuk sekedar buat debat-debatan pada sesama, maka niatan yang seperti yang tidak boleh, sebagaimana yang termaktub dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
مَنْ طَلَبَ اْلعِلْمِ يُبَاهِي بِهِ اْلعُلَمَاءَ,أَوْ يُمَارِي بِهِ السُّفَهَاءَ, أَوْ يَصْرِفُ أَعْيُنَ النَّاسِ إِلَيْهِ, تَبَوَّأَ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.
“Barangsiapa yang menuntut ilmu hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat dengan orang bodoh, supaya dipandang manusia, maka silahkan ia mengambil tempat duduknya dineraka”
3.        Istiqomah atau terus menerus dalam amal dan menuntut ilmu butuh waktu yang lama (berproses).
Sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Muhammad bin Syihab Az-Zuhri dibawah ini:
العِلْمُ إِذَا أَعْطَيْتُهُ كُلِّكَ أَعْطَاكَ بَعْضُهُ
“Yang namanya ilmu, jika engkau berikan usahamu seluruhnya, ia akan memberikan padamu sebagian”
Begitu juga yang disampaikan oleh Abu Katsir dalam sebuah hadits, yaitu: “Ilmu tidak diperoleh dengan badan yang bersantai-santai”
لاَيُسْتَطَاعُ اْلعِلْمُ بِرَاحَةِ اْلجِسْمِ
Dalam kesempatan itu juga Syekh H. Amrizal Batubara kepada para santri Pondok Pesantren Burhanul Abror untuk selalu berpegang teguh pada rencana awal dalam menuntut ilmu yang terdapat sebelum berangkat mondok serta selalu ingat pesan orang tua dan Guru, supaya dalam menuntut ilmu nantinya sesuai yang diharapkan.

Senin, 11 Maret 2013

DERAJAT WALI ALLAH



Akbar Ibnu Araby dalam kitab Futuhatul Makkiyah membuat klasifikasi tingkatan wali dan kedudukannya. Jumlah mereka sangat banyak, ada yang terbatas dan yang tidak terbatas. Sedikitnya terdapat 9 tingkatan, secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut :

1. Wali Aqthab atau Wali Quthub
Wali yang sangat paripurna. Ia memimpin dan menguasai wali diseluruh alam semesta. Jumlahnya hanya seorang setiap masa. Jika wali ini wafat, maka Wali Quthub lainnya yang menggantikan.

2. Wali Aimmah
Pembantu Wali Quthub. Posisi mereka menggantikan Wali Quthub jika wafat. Jumlahnya dua orang dalam setiap masa. Seorang bernama Abdur Robbi, bertugas menyaksikan alam malakut. Dan lainnya bernama Abdul Malik, bertugas menyaksikan alam malaikat.

3. Wali Autad
Jumlahnya empat orang. Berada di empat wilayah penjuru mata angin, yang masing-masing menguasai wilayahnya. Pusat wilayah berada di Kakbah. Kadang dalam Wali Autad terdapat juga wanita. Mereka bergelar Abdul Haiyi, Abdul Alim, Abdul Qadir dan Abdu Murid.

4. Wali Abdal
Abdal berarti pengganti. Dinamakan demikian karena jika meninggal di suatu tempat, mereka menunjuk penggantinya. Jumlah Wali Abdal sebanyak tujuh orang, yang menguasai ketujuh iklim. Pengarang kitab Futuhatul Makkiyah dan Fushus Hikam yang terkenal itu, mengaku pernah melihat dan bergaul baik dengan ke tujuh Wali Abdal di Makkatul Mukarramah. Pada tahun 586 di Spanyol, Ibnu Arabi bertemu Wali Abdal bernama Musa al-Baidarani. Abdul Madjid bin Salamah sahabat Ibnu Arabi pernah bertemu Wali Abdal bernama Mu’az bin al-Asyrash. Beliau kemudian menanyakan bagaimana cara mencapai kedudukan Wali Abdal. Ia menjawab dengan lapar, tidak tidur dimalam hari, banyak diam dan mengasingkan diri dari keramaian.

5. Wali Nuqoba’
Jumlah mereka sebanyak 12 orang dalam setiap masa. Allah memahamkan mereka tentang hukum syariat. Dengan demikian mereka akan segera menyadari terhadap semua tipuan hawa nafsu dan iblis. Jika Wali Nuqoba’ melihat bekas telapak kaki seseorang diatas tanah, mereka mengetahui apakah jejak orang alim atau bodoh, orang baik atau tidak.

6. Wali Nujaba’
Jumlahnya mereka sebanyak 8 orang dalam setiap masa.

7. Wali Hawariyyun
Berasal dari kata hawari, yang berarti pembela. Ia adalah orang yang membela agama Allah, baik dengan argumen maupun senjata. Pada zaman nabi Muhammad sebagai Hawari adalah Zubair bin Awam. Allah menganugerahkan kepada Wali Hawariyyun ilmu pengetahuan, keberanian dan ketekunan dalam beribadah.

8. Wali Rajabiyyun
Dinamakan demikian, karena karomahnya muncul selalu dalam bulan Rajab. Jumlah mereka sebanyak 40 orang. Terdapat di berbagai negara dan antara mereka saling mengenal. Wali Rajabiyyun dapat mengetahui batin seseorang. Wali ini setiap awal bulan Rajab, badannya terasa berat bagaikan terhimpit langit. Mereka berbaring diatas ranjang dengan tubuh kaku tak bergerak. Bahkan, akan terlihat kedua pelupuk matanya tidak berkedip hingga sore hari. Keesokan harinya perasaan seperti itu baru berkurang. Pada hari ketiga, mereka menyaksikan peristiwa ghaib.
Berbagai rahasia kebesaran Allah tersingkap, padahal mereka masih tetap berbaring diatas ranjang. Keadaan Wali Rajabiyyun tetap demikian, sesudah 3 hari baru bisa berbicara.
Apabila bulan Rajab berakhir, bagaikan terlepas dari ikatan lalu bangun. Ia akan kembali ke posisinya semula. Jika mereka seorang pedagang, maka akan kembali ke pekerjaannya sehari-hari sebagai pedagang.

9. Wali Khatam
Khatam berarti penutup. Jumlahnya hanya seorang dalam setiap masa. Wali Khatam bertugas menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan ummat nabi Muhammd,saw. 

RAHASIA BISMILLAH


Biasanya, segala macam laku rutinitas dikerjakan tanpa pikirpanjang. Misalkan mandi, makan, minum, bersepatu, memakai baju membuka laptop, ketik sms dan lainsebagainya. Rutinitas itu seolah menutupi subtansi pekerjaan itu sendiri.
Hampir-hampir orang tidak sadar untuk apa ia minum, padahal dia tidak terlalu haus. Bahkan bisa jadi seseorang minum begitu saja tanpa berpikir bagaimana jikalau tenggorokan ini mengalami kemacetan, tidak mau menelan air. Begitu pula dengan bersepatu, asalkan kaki masuk kemudian jalan. Jarang sekali orang berpikir bagaimana nasib kaki jika di dalam sepatu ada kalajengking? Begitulah segalanya terjadi berulang kali dalam kehidupan ini seperti layaknya mesin pabrikan.
Belum lagi jika rutinitas itu adalah berbelanja yang telah menjadi kelatahan, sehingga begitu seringnya seseorang tidak pernah berpikir panjang untuk apa ia membeli A atau B. Asalkan ia suka, barang itu harus dibelinya. Walaupun ia telah memiliki.
Demikian itu seharusnya tidaklah boleh terjadi berlarut-larut. Bagi seorang muslim yang sadar dan beriman kepada Allah swt, hendaknya hati selalu ingat kepada-Nya dalam berbagai tindak-laku keseharian. Karena hidup ini hanya bergantung kepada-Nya. Bukankah jika Dia berkehendak, bisa saja udara di dunia ini dikosongkan untuk beberapa menit saja. Bayangkan apa yang terjadi dengan nasib manusia ?
Untuk itulah Rasulullah saw menghimabu umatnya untuk memulai segala sesuatu dengan bacaan bismillah. Karena sesungguhynya hal itu dapat menyadarkan manusia dari tindakan rutinitasnya dan kembali berpikir dengan penuh kesadaran.
كل أمر ذي بال لا يُبدأ فيه ببسم الله الرحمن الرحيم فهو أقطع 
Setiap perkara baik yang tidak didahului dengan bismillahirrahmanirrahim, perkara itu terpotong (percuma atau tidak dianggap ibadah)
Dari keterangan Rasulullah saw di atas, maka secara otomatis bacaan bismillah dapat menggeser posisi tindakan rutinitas menjadi sebuah laku ibadah yang penuh makna. Sebagaimana kita menjalankan berbagai syariatnya.
Bahkan tidak hanya itu saja, jiakalau kita mau mendalami beberapa hadits lain bisa jadi laku rutinitas yang telah bergeser menjadi laku ibadah karena didahului dengan bismillah berubah menjadi sumber kebajikan dan kebijakan.
مامن عبد يقول بسم الله الرحمن الرحيم إلا أمر الله تعالى الكرام الكاتبين أن يكتبوا فى ديوانه أربعمائة حسنة 

Tidaklah seorang yang membaca bismillahirrahmanirrahim kecuali Allah akan utus kepadanya seorang (malaikat pencatat) menuliskan 400 kebaikan untuknya.
Jikalau sudah demikian, maka apa yang keluar dari seorang yang membaca bismillah tidak lain hanyalah berbagai kebaikan yang sekaligus menganulir berbagai tindak keburukan. Bahkan dalam salah satu haditsnya dengan tegas Rasulullah saw berkata:
مامن عبد يقول بسم الله الرحمن الرحيم إلا ذاب الشيطان كما يذوب الرصاص على النار

Tidaklah seorang hamba membaca bismillahirrahmanirrahim kecuali ia akan mematri setan-setan seperti halnya tenol yang terpatri oleh soldir.
Itulah beberapa alasan pentingnya mengucap bismillah. Sebagaimana Rasulullah saw menggambarkan posisi bismillah dalam rentetan keistimewaan yang lain, Rasulullah saw berkata “Allah menghiasi langit dengn bintang-gemintang, menghiasi malaikat dengan jibril, menghiasi surge dengan bidadari, menghiasi para nabi dengan Muhammad saw, menghiasi hari dengan Jum’at, menghiasi malam dengan laylatul qadar, menghiasi bulan dengan Ramadhan, menghiasi masjid dengan ka’bah, menghisi mushaf dengan al-Qur’an, dan menghiasi al-qur’an dengan bismillah”.

Minggu, 10 Maret 2013

KEUTAMAAN DZIKIR


Dzikir boleh dilakukan secara sendiri dan dalam keadaan sepi, dzikir juga boleh dilakukan secara bersama dan terbuka. Bahkan inilah yang lebih utama dan agung.

Sebagaimana dalam hadis Mu'awiyah:
عَنْ مُعَاوِيَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ عَلَى حَلَقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ مَا أَجْلَسَكُمْ ؟ قَالُوْا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلإِسْلاَمِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا قَالَ آللهِ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلاَّ ذَاكَ ؟ قَالُوْا وَاللهِ مَا أَجْلَسَنَا إِلاَّ ذَاكَ قَالَ أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ وَلَكِنَّهُ أَتَانِي جِبْرِيْلُ فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِي بِكُمُ الْمَلاَئِكَةَ (رواه مسلم والترمذي والنسائي)
"Rasulullah Saw keluar menemui sekelompok para sahabat. Beliau bertanya: Apa yang membuat kalian duduk disini? Mereka menjawab: Kami duduk disini untuk berdzikir kepada Allah, kami memujinya atas limpahan hidayah agama Islam kepada kami dan telah memberi anugerah kepada kami. Rasulullah bertanya: Demi Allah, apakah tidak ada tujuan lain? Sahabat menjawab: Demi Allah kami tidak punya tujuan lain. Rasulullah bersabda: Saya tadi bersumpah bukan karena berprasangka buruk pada kalian, tetapi karena Jibril datang kedapaku dan mengabarkan bahwa Allah mmembanggakan kalian kepada para malaikat" (HR Muslim, al-Turmudzi dan al-Nasa'i)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Abu Said al-Khudri, mereka bersaksi bahwa:
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ وَأَبِيْ سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُمَا شَهِدَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ لاَ يَقعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهِ فِيْمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم)
"Rasulullah Saw bersabda: Tidak ada sekelompok kaum pun yang berdzikir kepada Allah, kecuali malaikat akan mengelilingi mereka, rahmat akan menyelimuti mereka, ketenangan akan datang pada mereka, dan Allah akan menyebutnya di dalam orang-orang dekatnya" (HR Muslim)
Begitu pula riwayat dari Anas:
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ إِنَّ ِللهِ سَيَّارَةً مِنَ الْمَلاَئِكَةِ يَطْلُبُوْنَ حِلَقَ الذِّكْرِ فَإِذَا أَتَوْا عَلَيْهِمْ وَحَفُّوْا بِهِمْ ثُمَّ بَعَثُوْا رَائِدَهُمْ إِلَى السَّمَاءِ إِلَى رَبِّ الْعِزَّةِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَيَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا أَتَيْنَا عَلَى عِبَادٍ مِنْ عِبَادِكَ يُعَظِّمُوْنَ آلاَئِكَ وَيَتْلُوْنَ كِتَابَكَ وَيُصَلُّوْنَ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَسْأَلُوْنَكَ ِلآخِرَتِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِي فَيَقُوْلُوْنَ يَا رَبِّ إِنَّ فِيْهِمْ فُلاَنًا الْخَطَّاءَ إِنَّمَا اعْتَنَقَهُمْ اِعْتِنَاقًا! فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِي فَهُمْ الْجُلَسَاءُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ (رواه البزار)
"Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling mencari kelompok-kelompok dzikir. Jika mereka telah mendatanginya dan mengelilinginya, mereka mengutus pimpinan mereka ke langit, kepada Tuhan pemilik keagungan. Mereka berkata: Wahai Tuhan kami, kami telah mendatangi sebagian hamba-Mu yang mengagungkan nikmat-nikmat-Mu, membaca kitab-Mu, bershalawat kepada Nabi-Mu, Muhammad Saw, meminta kepada-Mu untuk urusan akhirat dan dunia mereka. Allah berfirman: Naungi mereka dengan rahmat-Ku. Malaikat berkata: Sesungguhnya dalam kelompok itu ada seseorang yang banyak berbuat salah dan ia hanya ikut-ikutan saja. Allah berfirman: Naungi mereka dengan rahmat-Ku. Mereka adalah ahli ibadah yang tak terpengaruh keburukan orang lain" (HR al-Bazzar)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ ِللهِ مَلاَئِكَةً سَيَّارَةً فُضَلاَءَ يَلْتَمِسُوْنَ مَجَالِسَ الذِّكْرِ فِي اْلأَرْضِ فَإِذَا أَتَوْا عَلَى مَجْلِسِ ذِكْرٍ حَفَّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مِنْ أَيْنَ جِئْتُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ فَيَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عِبَادِكَ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ وَيُحَمِّدُوْنَكَ وَيُهَلِّلُوْنَكَ وَيَسْأَلُوْنَكَ وَيَسْتَجِيْرُوْنَكَ فَيَقُوْلُ مَا يَسْأَلُوْنَنِي وَهُوَ أَعْلَمُ فَيَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا يَسْأَلُوْنَكَ الْجَنَّةَ فَيَقُوْلُ وَهَلْ رَأَوْهَا ؟ فَيَقُوْلُوْنَ لاَ يَا رَبِّ فَيَقُوْلُ كَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا ثُمَ يَقُوْلُ وَمِمَّ يَسْتَجِيْرُوْنَنِي وَهُوَ أَعْلَمُ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ مِنَ النَّارِ فَيَقُوْلُ هَلْ رَأَوْهَا ؟ فَيَقُوْلُوْنَ لاَ فَيَقُوْلُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا ثُمَّ يَقُوْلُ اِشْهَدُوْا أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ وَأَعْطَيْتُهُمْ مَا سَأَلُوْنِيْ وَأَجَرْتُهُمْ مِمَّا اسْتَجَارُوْنِي فَيَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا إِنَّ فِيْهِمْ عَبْدًا خَطَّاءَ جَلَسَ إِلَيْهِمْ وَلَيْسَ مَعَهُمْ فَيَقُوْلُ وَهُوَ أَيْضًا قَدْ غَفَرْتُ لَهُ هُمُ الْقَوْمُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ (رواه مسلم والحاكم واللفظ له)
"Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah memiliki malaikat utama yang berkeliling mencari majlis-majlis dzikir di bumi. Jika mereka mendatangi majlis dzikir, maka sebagian mereka mengepakkan sayap-sayap mereka ke langit. Allah berfirman: Darimana kalian? Dan Allah maha mengetahui. Malaikat berkata: Kami dari hamba-hamba-Mu yang mensucikan-Mu, mengagungkan-Mu, memuji-Mu, bertahlil kepada-Mu, meminta kepada-Mu dan mencari keselamatan dari-Mu. Allah berfirman: Apa yang mereka minta? Dan Allah maha mengetahui. Mereka berkata: Wahai Tuhan kami, mereka meminta surga. Allah berfirman: Apakah mereka melihat surga? Malaikat menjawab: Tidak, wahai Tuhanku. Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka melihatnya? Lalu Allah berfirman: Mereka minta keselamatan dari apa? Dan Allah maha mengetahui. Malaikat menjawab: Dari neraka. Allah berfirman: Apakah mereka melihat neraka? Malaikat menjawab: Tidak. Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka melihatnya? Allah berfirman: Saksikanlah bahwa Aku mengampuni mereka, Aku memberikan permintaan mereka dan Aku kabulkan permintaan keselamatan mereka. Malaikat berkata: Wahai Tuhanku, disana ada seorang hamba yang banyak berbuat salah dan dia bukan kelompok mereka. Allah berfirman: Aku ampuni dia. Mereka adalah kaum yang tak terpengaruh keburukan orang lain "(HR Muslim dan al-Hakim, redaksi hadis riwayat al-Hakim)
Imam Nawawi berkata:
وَقَالَ النَّوَوِيُّ فِي هَذَا الْحَدِيْثِ فَضِيْلَةُ الذِّكْرِ وَفَضِيْلَةُ مَجْلِسِهِ وَالْجُلُوْسِ مَعَ اَهْلِهِ وَاِنْ لَمْ يُشَارِكْهُمْ وَفَضِيْلَةُ مُجَالَسَةِ الصَّالِحِيْنَ وَبَرَكَتِهِمْ اهـ
"Dalam hadis ini terdapat keutamaan dzikir, keutamaan majlis dzikir dan berkumpul bersama ahli dzikir meskipun tidak sama seperti mereka, juga keutamaan berkumpul bersama orang sholeh dan berkah mereka"
Hadis dari Anas bin Malik:
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ قَوْمٍ يَذْكُرُوْنَ اللهَ جَمِيْعًا لاَ يُرِيْدُوْنَ بِذَلِكَ إِلاَّ وَجْهَهُ إِلاَّ نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ قُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ قَدْ بَدَّلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ (رواه احمد والطبراني وابو يعلى)
"Rasulullah Saw bersabda: Tidak sekelompok kaum pun yang berdzikir semua kepada Allah, mereka mereka tidak mengharap apapun kecuali ridla Allah, kecuali mereka akan diseru dari langit: Berdirilah kalian telah diampuni. Aku telah menggantikan kejelekan kalian dengan kebaikan-kebaikan" (HR Ahmad, al-Thabrani dan Abu Ya'la)
Dan hadis riwayat dari Abu Darda':
وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَبْعَثَنَّ اللهُ أَقْوَامًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي وُجُوْهِهِمُ النُّوْرُ عَلَى مَنَابِرِ اللُّؤْلُؤِ يَغْبِطُهُمُ النَّاسُ لَيْسُوْا بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ قَالَ فَجَثَّا أَعْرَابِيٌّ عَلَى رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا نَعْرِفُهُمْ قَالَ هُمُ الْمُتَحَابُّوْنَ فِي اللهِ مِنْ قَبَائِلَ شَتَّى وَبِلاَدٍ شَتَّى يَجْتَمِعُوْنَ عَلَى ذِكْرِ اللهِ يَذْكُرُوْنَهُ (رواه الطبراني)
"Rasulullah Saw bersabda: Allah akan membangkitkan kaum-kaum di hari kiamat, di wajahnya terdapat cahaya laksana mutiara, mereka dikerumuni banyak orang, mereka bukan nabi atau syuhada. Kemudian ada seorang a'rabi (suku pedalaman Arab) datang dengan melangkah menggunakan lututnya: Wahai Rasulullah, terangkan kepada kami tentang mereka agar kami mengenalnya. Rasulullah menjawab: Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, mereka dari suku yang berbeda dan dari negara yang berbeda, mereka berkumpul untuk berdzikir kepada Allah dan mereka mengingat-Nya" (HR al-Thabrani)

KEUTAMAAN BERDZIKIR DI MASJID
Dzikir adalah ibadah yang paling agung, sementara masjid adalah rumah ibadah dan tempat paling utama. Dzikir di masjid memiliki keistimewaan tertentu karena kemuliaan masjid, kesuciannya, turunnya malaikat di masjid dinisbatkannya masjid kepada Allah (Baitullah).
Allah berfirman:
وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيْهَا اسْمُ اللهِ كَثِيْرًا ﴿40﴾
"Dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah" (Al-Hajj: 40)

Allah berfirman:
فِي بُيُوْتٍ أَذِنَ اللهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيْهَا بِالْغُدُوِّ وَاْلآصَالِ ﴿٣٦﴾ رِجَالٌ لاَّ تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَ بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللهِ ... ﴿٣٧﴾
"Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah" (Al-Nur: 36)
Maka Allah memerintahkan untuk mengagungkan masjid, membaca asma Allah di masjid, yaitu Lailaha illallah, asma' al-husna atau yang lain, salat di masjid, belajar-mengajar ilmu agama yang berkaitan dengan Allah, dan sebagainya yang termasuk dzikir kepada Allah.
Ketika ada seorang A'rabi datang ke masjid dan ia kencing di dalamnya karena tidak tahu tentang kehormatan masjid, maka Rasulullah bersabda:
إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لاَ تَصْلُحُ لِشَيْئٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلاَ الْقَذَرِ إِنَّمَا هِىَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ (اخرجه مسلم)
"Sesungguhnya masjid ini tidak layak dari kencing dan kotoran. Masjid adalah untuk berdzikir kepada Allah, shalat dan membaca al-Quran" (HR Muslim)
Dan yang termasuk dalam kategori di atas adalah salat, mengajar ilmu agama, memberi mauidhah untuk jamaah dan membimbingnya, dan hal-hal lain yang meliputi dzikir kepada Allah.
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri:
عَنْ أَبِي سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَقُوْلُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَيَعْلَمُ أَهْلُ اَلْجَمْعِ مَنْ أَهلُ اَلْكَرَمِ فَقِيْلَ وَمَنْ أَهْلُ اَلْكَرَمِ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ مَجَالِسُ الذكْرِ فِي الْمَسَاجِدِ
"Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah berfirman di hari kiamat: Manusia yang dikumpulkan akan tahu siapa Ahlu al-Karam. Ada yang bertanya: Siapa Ahlu al-Karam wahai Rasulullah? Nabi menjawab: Majlis-majlis dzikir di masjid-masjid"
Maka mereka mendapatkan tiga keutamaan, yaitu fadilah dzikir, fadilah berkumpul untuk berdzikir dan fadilah dilakukan di masjid. Inilah keutamaan-keutamaan agung yang diperoleh mereka.
Ayat-ayat al-Quran dan Hadis-hadis diatas merupakan sebuah dalil tentang keutamaan berdzikir di masjid, dan masjidlah tempat berdzikir, bahkan masjid adalah tempat yang paling utama. Maka dianjurkan bagi orang-orang mukmin untuk memiliki majlis dan halaqah (perkumpulan) dzikir di masjid-masjid untuk berdzikir bersama.

KEUTAMAAN DZIKIR SECARA KERAS DI MASJID
Telah diketahui tentang keutamaan dzikir dan berkumpul untuk dzikir bersama, serta keutamaan dzikir di masjid. Jika melakukan dzikir di masjid dengan suara keras, maka ini adalah keutamaan di atas keutamaan yang lain.
Diriwayatkan dari Salman:
عَنْ سَلْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْنِي عِنْدَ نُزُوْلِ قَوْلِهِ تَعَالَى وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ وَلاَ تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً (الكهف ٢٨) يَلْتَمِسُهُمْ حَتَّى أَصَابَهُمْ فِي مُؤَخِّرِ الْمَسْجِدِ يَذْكُرُوْنَ اللهَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي لَمْ يُمِتْنِي حَتَّى أَمَرَنِي أَنْ أَصْبِرَ نَفْسِي مَعَ قَوْمٍ مِنْ أُمَّتِي مَعَكُمُ الْمَحْيَا وَمَعَكُمُ الْمَمَاتُ (رواه ابو الشيخ)
"Rasulullah Saw berdiri, yakni saat turunnya ayat: 'Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas' (al-Kahfi: 28). Beliau mencari para sahabat dan akhirnya menemukan mereka di bagian belakang masjid sedang berdzikir kepada Allah. Kemudian Rasulullah Saw bersabda: Segala puji bagi Allah yang tidak mematikan aku hingga memerintahkan aku untuk bersabar bersama kaum dari umatku. Bersama kalian hidup dan bersama kalian mati"[9] (HR Abu Syaikh 'Ibnu Hibban')
Dan yang dimaksud dengan doa disini adalah dzikir, sebagaimana dikutip oleh al-Alusi dalam tafsirnya.
Begitu pula riwayat Tsabit al-Bannani:
وَعَنْ ثَابِتٍ (الْبَنَّانِي) قَالَ كَانَ سَلْمَانُ فِي جَمَاعَةٍ يَذْكُرُوْنَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَمَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَفُّوْا فَقَالَ مَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ فَقُلْنَا نَذْكُرُ اللهَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ قُوْلُوْا فَاِنِّي رَأَيْتُ الرَّحْمَةَ تُنْزَلُ عَلَيْكُمْ فَأَحْبَبْتُ أَنْ أُشَارِكَكُمْ فِيْهَا ثُمَّ قَالَ الْحَمْدُ ِللهِ جَعَلَ فِي أُمَّتِي مَنْ أُمِرْتُ أَنْ أَصْبِرَ نَفْسِي مَعَهُمْ (رواه احمد في الزهد) .
"Salman berada dalam kelompok yang berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla. Kemudian Nabi Saw lewat, maka mereka berhenti (dari kegiatannya). Rasul bertanya: Apa yang kalian ucapkan? Kami menjawab: Kami berdzikir kepada Allah, wahai Rasulullah. Nabi bersabda: Baca dzikir tersebut! Sebab aku melihat rahmat diturunkan pada kalian, maka saya senang bergabung dengan kalian. Kemudian Nabi bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan umatku sebuah kelompok yang aku diperintahkan untuk bersabar bersama mereka"[10] (HR Ahmad dalam kitab al-Zuhud).

(قَالَ الشَّيْخُ اِسْمَاعِيْلُ) "وَكَانَ هَذَا الذِّكْرُ جَهْرًا بِقَرِيْنَةِ قَوْلِهِ "فَكَفُّوْا" وَقَوْلِهِ "مَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ" وَقَدْ اَقَرَّهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى مَا كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ وَاَثْنَى عَلَيْهِمْ فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى تَشْرِيْعِهِ فِي الْمَسَاجِدِ جَهْرًا وَفَضْلِهِ الْعَظِيْمِ"
(Syaikh Ismail berkata) "Dzikir di atas dilakukan dengan suara keras, dengan bukti kalimat 'mereka berhenti' dan kalimat 'apa yang kalian ucapkan'. Dan Nabi Saw benar-benar menyetujui atas dzikir yang dibaca oleh para sahabat, juga memujinya. Maka ini menunjukkan disyariatkannya dzikir di masjid-masjid secara keras dan mengandung keutamaan yang agung."
Dalil lainnya adalah diperbolehkannya melantunkan syair di dalam masjid, jika dalam syair tadi mengandung pujian yang benar, petuah-petuah, etika, atau ilmu-ilmu yang bermanfaat. Melantunkan syair ini sudah pasti dengan suara keras dan berkumpul bersama. Hassan bin Tsabit telah benar-benar melantunkan syair-syair pujian kenabian di masjid di hadapan Rasulullah Saw dan para sahabat.
Diriwayatkan dalam Sahih al-Bukhari bahwa:
وَفِي صَحِيْحِ الْبُخَارِيْ اَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَرَّ فِي الْمَسْجِدِ وَحَسَّانُ يُنْشِدُ فِيْهِ الشِّعْرَ فَلَحِظَ اِلَيْهِ فَقَالَ كُنْتُ أُنْشِدُ فِيْهِ وَفِيْهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَنْشُدُكَ بِاللهِ أَسَمِعْتَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ أَجِبْ عَنِّي اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوْحِ الْقُدُسِ قَالَ نَعَمْ.
"Umar lewat di masjid sementara Hassan membaca syair. Hassan melirik kepadanya dan berkata: Saya membaca syair di masjid, dan di dalamnya ada orang yang lebih baik daripada anda. Kemudian Umar menoleh ke Abu Hurairah, lalu bertanya: Saya bersumpah untukmu demi Allah, apakah kamu mendengar Rasulullah bersabda: Kabulkan saya, Ya Allah, kokohkan Hassan dengan malaikat Jibril? Abu Hurairah menjawab: Ya, saya mendengarnya"
Jika mengeraskan suara di dalam masjid dengan melantunkan syair saja diperbolehkan, maka dengan berdzikir kepada Allah lebih utama untuk diperbolehkan. Namun diperbolehkannya mengeraskan dzikir di masjid tidak secara mutlak, tetapi sekira tidak mengganggu kepada orang yang sedang salat, terlebih salat wajib, karena sebuah hadis yang artinya: 'Janganlah orang yang membaca al-Quran mengganggu orang yang salat.
Sebagaimana orang yang membaca al-Quran, orang yang berdzikir juga tidak boleh mengganggu orang salat. Jika dzikir yang dibaca tidak sampai mengganggu orang yang salat karena jaraknya yang jauh, atau suaranya tidak terlalu keras, dan sebagainya, maka boleh mengeraskan dzikir.

PARADIGMA SANTRI HARI INI



Akhir-akhir ini jika diperhatikan banyak para santri atau pelajar yang sebenarnya mereka itu telah bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu, tapi banyak dari mereka tidak mendapat manfaat dari ilmunya, yakni berupa pengalaman dari ilmu tersebut dan menyebarkannya. Hal itu terjadi karena cara mereka menuntut ilmu telah keliru, dan syarat-syaratnya mereka tinggalkan. karena, barangsiapa salah jalan, tentu tersesat tidak dapat mencapai tujuan. Belum lagi di jaman globalisasi ini, pemikiran generasi penerus telah jauh dari harapan orang tuanya. Mereka hanya memikirkan dirinya sendiri dengan mengabaikan tujuan awal mereka dipondokkan oleh orang tuanya. Ini disebabkan tidak lain karena sebagian besar mereka terpengaruhi oleh lingkungan, terpengaruhi oleh teknologi atau pengaruh oleh hubungan pertemanan. Saatnya para generasi muda santri, mulai membuka mata, membuka hati dll untuk memikirkan masa depan yang cukup panjang bagi santri kedepane. Supaya kelak santri itu sendiri bisa merasakan manfaatnya pada saat pulang dari pesantren dan bisa mengabdi ke masyarakat secara utuh dengan dasar lillahi ta’ala.
Ada yang perlu diperhatikan dalam dunia pesantren, yaitu: tindak tanduk (uswatun khasanah) guru atau kyai. Di dalam kitab Ta’lim Mutta’allim diterangkan bahwa banyak santri yang telah bersungguh-sungguh menuntut ilmu namun santri itu tidak bisa merasakan buahnya ilmu (manfaatnya) “فلما رأيت كثيرا من طلاب العلم فى زماننا يجدون إلى العلم ولايصلون”. Yang tersirat didalam studi kasus ini adalah terletak si santri itu sendiri, entah itu dikarenakan kurang bisa menghormati kyai dalam berinteraksi, bisa juga dikarenakan melakukan tindakan yang mana tindakannya dapat menyebabkan kyai kurang ikhlas atau kurang ridho. Jika dilihat secara seksama, saat ini minim ada santri yang memahami konteks ini malah sering melakukan yang bersumber dari paradigma yang keliru seperti yang telah disebutkan diatas.
Perlu digaris bawahi bahwa untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan barokah itu tidak lain harus didasari dengan jiwa yang ikhlas kemudian ditopang dengan usaha yang tidak putus asa untuk mengejar harapan serta tidak lupa menjaga tingkah laku yang baik (akhlak) terhadap Kyai, kolega atau lingkungan pesantren. Semoga kita semua bisa mencapai ilmu yang manfaat serta mendapat barokahnya sehingga bisa menciptakan dari pesantren untuk masyarakat.

واحد سليمان