Semasa
Rasulullah Muhammad SAW belum diangkat sebagai Rasul bagi seluruh alam, Beliau
telah terkenal sebagai seorang yang sangat jujur, berlatarbelakang keluarga
terhormat dan memiliki kelebihan mampu meredam pertikaian antar suku (kampung).
Sehingga beberapa kali Muhammad muda dipercayai memberikan keputusan-keputusan
krusial menyangkut kepentingan bersama.
Salah satu
contoh paling populer tentang keberhasilan Nabi SAW menyelesaikan sengketa di
antara kaumnya sebelum Beliau dimusuhi karena menyebarkan ajaran Islam adalah
ketika terjadi peristiwa renovasi Ka’bah.
Kala itu,
masyarakat Makkah merenovasi Ka’bah setelah musibah banjir yang menenggelamkan
kota, termasuk bangunan Ka’bah. Kondisi ini memanggil mengundang orang-orang
Quraisy harus membangun Ka’bah kembali demi menjaga kehormatan dan kesucian
situs peninggalan leluhur mereka, Ibrahim AS yang tetap dijaga kelestariannya.
Menurut
riwayat yang paling shahih, ketika itu Nabi berusia 35 tahun. Aktif terlibat
dalam pembangunan dari awal hingga akhir. Pada awalnya, mereka bersatu padu,
saling bahu membahu di antara mereka. Namun ketika pembangunan memasuki
tahap-tahap akhir, yakni prosesi peletakan Hajar Aswad.
Mereka mulai
berselisih pendapat, Siapakah tokoh di antara mereka yang layak mendapatkan
kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad sebagai tanda peresmian penyelesaian
renovasi dan mulai dapat digunakan kembali. Banyak pendapat bermunculan dan
saling simpang siur. Masing-masing saling ingin mengedepankan pemimpin kelompoknya
sendiri.
Hingga
akhirnya Muhammad, Suami Khadijah ini mengajukan usul, ”Siapa pun yang besok
pagi datang paling awal ke tempat pembangunan (renovasi) maka dialah yang
berhak atas kehormatan untuk meletakkan Hajar Aswad.” Masyarakat pun
menyetujuinya, mereka yakin ini adalah jalan terbaik bagi mereka.
Keesokan
harinya, ternyata yang datang paling pagi, paling awal adalah Muhammad sendiri,
maka Beliaulah yang berhak meletakkan hajar aswad sebagai tanda peresmian
Ka’bah kembali. Namun Rupanya Muhammad bukanlah seorang yang egois. Ia kemudian
membentangkan sorbannya menaruh hajar aswad di atasnya dan mengajak beberapa
tokoh lain untuk turut serta meletakkan hajar aswad bersama-sama. Maka puaslah
mereka atas keputusan Muhammad tersebut. Demikian tersebut dalam kitab Nurul
Yaqin fi Siroti Sayyidil Mursalin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar