Pada
dasarnya persoalan membaca qunut atau tidak dalam shalat shubuh telah menjadi
perselisihan di kalangan ulama sejak generasi salaf yang shaleh. Menurut Imam
Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal, membaca qunut tidak disunnahkan dalam
shalat shubuh. Sementara menurut Imam Malik dan Imam al-Syafi’i, membaca qunut disunnahkan dalam shalat shubuh.
Kedua pendapat tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak, sama-sama berdalil dengan hadits-hadits Rasulullah SAW.
Kedua pendapat tersebut, baik yang mengatakan sunnah atau tidak, sama-sama berdalil dengan hadits-hadits Rasulullah SAW.
Hanya
pendapat yang satunya berpandangan bahwa riwayat yang menerangkan bahwa
Rasulullah SAW tidak membaca qunut itu lebih kuat. Sementara pendapat yang
satunya lagi berpendapat bahwa riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW
membaca qunut justru yang lebih kuat. Jadi pandangan kaum Salafi-Wahabi yang
mengatakan bahwa membaca qunut itu tidak ikut Rasulullah SAW adalah salah dan
tidak benar. Nah untuk menjernihkan persoalan ini, marilah kita kaji dalil
tentang qunut ini dari perspektif ilmu hadits.
Sebagaimana
dimaklumi, pandangan Imam al-Syafi’i yang menganjurkan membaca qunut dalam
shalat shubuh diikuti oleh mayoritas ulama ahli hadits, karena agumentasinya
lebih kuat dari perspektif ilmu hadits. Terdapat beberapa hadits yang menjadi
dasar Imam al-Syafi’i dan pengikutnya dalam menganjurkan membaca qunut dalam
shalat shubuh.
Dalil
Pertama:
عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ سِيْرِيْن قَالَ قُلْتُ لأَنَسٍ هَلْ قَنَتَ
رَسُولُ اللهِ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا.
(رواه مسلم في صحيحه).
“Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah SAW membaca qunut dalam shalat shubuh?” Beliau menjawab: “Ya, setelah ruku’ sebentar.” (HR. Muslim, hadits no. 1578).
“Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah SAW membaca qunut dalam shalat shubuh?” Beliau menjawab: “Ya, setelah ruku’ sebentar.” (HR. Muslim, hadits no. 1578).
Dalil Kedua:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ يَقْنُتُ
فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا. (رواه أحمد والدارقطني والبيهقي وغيرهم
بإسناد صحيح).
“Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam shalat fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.” (HR. Ahmad [3/162, al-Daraquthni [2/39], al-Baihaqi [2/201] dan lain-lain dengan sanad yang shahih.
“Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah SAW terus membaca qunut dalam shalat fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.” (HR. Ahmad [3/162, al-Daraquthni [2/39], al-Baihaqi [2/201] dan lain-lain dengan sanad yang shahih.
Hadits
di atas juga dishahihkan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab
[3/504]. Beliau berkata: “Hadits tersebut shahih, diriwayatkan oleh banyak
kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih. Di antara yang memastikan
keshahihannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi,
al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa tempat dalam kitab-kitabnya dan
al-Baihaqi. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Daraquthni dari beberapa
jalur dengan sanad-sanad yang shahih.”
Sebagian
kalangan ada yang mendha’ifkan hadits di atas dengan alasan, di dalam sanadnya
terdapat perawi lemah bernama Abu Ja’far Isa bin Mahan al-Razi. Alasan ini
jelas keliru. Karena Abu Ja’far al-Razi dinilai lemah oleh para ulama ahli
hadits seperti Yahya bin Ma’in, dalam riwayatnya dari Mughirah saja. Sementara
dalam hadits di atas, Abu Ja’far meriwayatkan tidak melalui jalur Mughirah,
akan tetapi melalui jalur al-Rabi’ bin Anas. Sehingga hadits beliau dalam
riwayat ini dinilai shahih.
Dalil
Ketiga:
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم
كَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِيْ صَلاَةِ الصُّبْحِ فِيْ آَخِرِ
رَكْعَةٍ قَنَتَ. (رواه ابن نصر في قيام الليل بإسناد صحيح).
“Dari
Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW apabila bangun dari ruku’ dalam shalat
shubuh pada rakaat akhir, selalu membaca qunut.” (HR. Muhammad bin Nashr
al-Marwazi dalam kitab Qiyam al-Lail [137] dengan sanad yang shahih).
Demikianlah
ketiga hadits di atas yang dijadikan dalil oleh al-Imam al-Syafi’i dan
pengikutnya. Sementara sebagian ulama yang tidak menganjurkan qunut dalam
shalat shubuh, berdalil dengan hadits berikut ini:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَنَتَ شَهْرًا
يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ. (رواه مسلم في
صحيحه)
“Dari Anas, sesungguhnya Rasulullah SAW membaca qunut selama satu bulan, di dalamnya mendoakan keburukan bagi beberapa suku Arab, kemudian meninggalkannya.” (HR. Muslim, hadits no. 1586).
“Dari Anas, sesungguhnya Rasulullah SAW membaca qunut selama satu bulan, di dalamnya mendoakan keburukan bagi beberapa suku Arab, kemudian meninggalkannya.” (HR. Muslim, hadits no. 1586).
Dalam
hadits shahih di atas, ternyata Rasulullah SAW membaca qunut hanya satu bulan,
kemudian sesudah itu meninggalkannya. Menanggapi hadits tersebut, para ulama
ahli hadits berpendapat, bahwa hadits ini tidak bertentangan dengan
hadits-hadits sebelumnya yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca qunut
dalam shalat shubuh sampai wafat. Karena yang dimaksud dengan hadits terakhir
di atas adalah, Rasulullah SAW melaknat atau mendoakan keburukan dalam qunut
bagi beberapa suku Arab itu hanya satu bulan, setelah itu beliau tidak melaknat
lagi, tetapi bukan berarti Rasulullah SAW meninggalkan qunut. Beliau membaca
qunut dalam shalat shubuh sampai wafat sebagaimana beberapa riwayat sebelumnya.
Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafizh al-Baihaqi dalam al-Sunan
al-Kubra.
Oleh
karena, pendapat yang menetapkan qunut shubuh, lebih kuat dari segi dalil, maka
pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama dari generasi salaf. Dalam konteks
ini, al-Imam al-Hafizh al-Hazimi berkata dalam kitabnya al-I’tibar fi Bayan
al-Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar (hal. 90):
وَقَدِ اخْتَلَفَ النَّاسُ فِي الْقُنُوتِ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ :فَذَهَبَ أَكْثَرُ النَّاسِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فَمَنْ
بَعْدَهُمْ مِنْ عُلَمَاءِ الْأَمْصَارِ إِلَى إِثْبَاتِ الْقُنُوتِ ، فَمِمَّنْ
رُوِّينَا ذَلِكَ عَنْهُ مِنَ الصَّحَابَةِ : الْخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ : أَبُو
بَكْرٍ ، وَعُمَرُ ، وَعُثْمَانُ ، وَعَلِيٌّ ، وَمِنَ الصَّحَابَةِ : عَمَّارُ
بْنُ يَاسِرٍ ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ ، وَأَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ ، وَعَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ ،
وَأَبُو هُرَيْرَةَ ، وَالْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ ، وَأَنَسُ بْنُ مَالِكٍ.
“Para
ulama telah berbeda pendapat tentang qunut dalam shalat shubuh. Mayoritas ulama
dari kalangan sahabat, tabi’in dan generasi berikutnya dari para ulama berbagai
kota berpendapat menetapkan qunut. Di antara para sahabat yang diriwayatkan
kepada kami membaca qunut adalah; Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman
dan Ali). Demikian pula Ammar bin Yasir, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari,
Abdurrahman bin Abi Bakar, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, al-Bara’ bin Azib,
Anas bin Malik ....”.
Setelah
memaparkan bahwa membaca qunut diikuti oleh mayoritas ulama, al-Hazimi kemudian
menguraikan bahwa pandangan yang menafikan qunut dalam shalat shubuh diikuti
oleh sekelompok ulama dengan alasan bahwa hukum membaca qunut dalam shalat
shubuh telah dimansukh (dihapus hukumnya).
Selanjutnya
al-Hazimi membantah dengan tegas pendapat yang menafikan qunut tersebut dari
aspek ilmu hadits dan ushul fiqih. Pada dasarnya, pendapat yang mengatakan
sunnah maupun tidak sunnah membaca qunut dalam shalat shubuh sama-sama
didasarkan pada hadits-hadits Nabi SAW. Hanya saja pendapat yang mengatakan
sunnah lebih kuat dari aspek tinjauan ilmu hadits dan ushul fiqih, serta
diikuti oleh mayoritas ulama dari generasi salaf yang shaleh dan ahli hadits.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar